Foto: Mitradi HFA
GUDATAnews.com,
Bengkulu - Kepala
SMA Muhammadiyah 4 Bengkulu, Sutanpri, S.Pd.,MM
menguraikan bahwa Al-Qur’an telah berulang-ulang secara tegas melarang
tindakan pengrusakan lingkungan untuk kebutuhan sumber energi.
‘’Bahkan, watak yang pertama-tama dicela adalah orang-orang
yang berbuat kerusakan di muka bumi. Mereka disebut sebagai orang-orang
tersesat yang seringkali mengaku atau merasa mengadakan perbaikan di bumi
tetapi kenyataannya adalah orang-orang yang mengadakan kerusakan,’’ ujar
Sutanpri dalam Khutbah Jum’at berjudul Prinsip Islami Menuju Energi Berkeadilan
di Masjid Al Khalik SMA Muhammadiyah 4 Bengkulu, 10 Januari 2025.
Sutanpri menjelaskan bahwa Islam memperbolehkan manusia untuk
memanfaatkan segala apa yang telah tersedia di bumi. Tetapi satu syarat utama
yang tidak boleh dilewatkan adalah tidak menghasilkan kerusakan dan jangan
melampaui batas.
‘’Islam memerintahkan kita untuk turut berikhtiar menjaga
keseimbangan bumi sehingga kehidupan umat manusia dan makhluk hidup dapat
terhindar dari malapetaka. Salah satunya adalah dengan mendorong adanya
perubahan dalam pola konsumsi energi,’’ urai Sutanpri.
Saat ini, berbagai riset di bidang energi terbarukan tengah
dikembangkan. Di beberapa negara juga tengah diupayakan agar tidak tergantung
dengan satu jenis sumber energi yang tinggi karbon dan tinggi resiko.
‘’Mereka mulai memanfaatkan tenaga surya, tenaga angin atau
tenaga air sebagai sumber energi listrik. SMA Muhammadiyah 4 Bengkulu juga
telah menggunakan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) sejak tahun 2020 untuk
mengoperasikan berbagai peralatan elektrik,’’ tutur Sutanpri.
Salah satu inti ajaran Islam adalah menegakkan keadilan.
Keadilan dalam hal apa pun. Mulai dari menegakkan keadilan sosial, ekonomi,
politik hingga keadilan ekologis.
Dalam surat Ar-Rahman ayat 5-10 Allah berfirman yang artinya:
‘’Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan, Dan
tumbuh-tumbuhan dan pohon-pohonan kedua-duanya tunduk kepada-Nya; Dan Allah
telah meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca (keadilan); Supaya kamu
jangan melampaui batas tentang neraca itu; Dan tegakkanlah timbangan itu dengan
adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu,’’ katanya.
Allah SWT melalui surat Ar-Rahman ayat 5-10 mengetengahkan
satu prinsip fundamental yakni bahwa ada keseimbangan (mizan) yang berkeadilan
yang mengatur segala sesuatu. Dan manusia harus menyadari adanya keseimbangan
tersebut dengan penuh rasa syukur serta mawas diri untuk tidak melampaui batas.
Sebab, yang menjaga faktor kunci kelangsungan kehidupan umat manusia adalah
ketetapan keseimbangan yang telah ditentukan oleh Allah SWT. Sehingga, jika
manusia melanggar batasan tersebut, maka manusia akan jatuh dalam kesesatan dan
kebinasaan.
Prinsip keseimbangan yang berkeadilan (mizan) menjadi sangat
penting bagi kehidupan manusia modern. Terutama terkait dengan pola konsumsi
manusia atas energi sebagai suatu sumber daya kehidupan yang sangat vital dan
menentukan. Akan tetapi, pola konsumsi tersebut juga tidak terelakkan lagi menimbulkan
dampak merusak yang sangat dahsyat jika melampaui ambang batas keseimbangan
ekologis.
Sutanpri menambahkan, berbagai kajian mutakhir telah
menunjukkan dampak malapetaka bahan bakar fosil seperti batu bara bagi manusia,
mulai dari penurunan kualitas kesehatan, kehidupan, ekonomi, hingga
keberlangsungan lingkungan hidup.
Sebuah studi komprehensif berjudul The Human Cost of All yang
terbit tahun 2015 menyatakan bahwa pendayagunaan energi fosil seperti batu bara
telah menjadi penyebab kematian terhadap 6.500 jiwa di Indonesia. Kesimpulan
semacam ini sesungguhnya bukanlah hal baru.
Sejak dekade 1970-an, energi fosil seperti batu bara telah
dikaitkan dengan kemunculan penyakit paru-paru hitam dan berbagai penyakit
berbahaya.
Kendati telah diketahui berbagai dampak buruk penggunaan
energi fosil seperti batu bara dan minyak bumi terhadap keberlangsungan makhluk
hidup di planet bumi, belum terjadi perubahan ke arah lebih baik.
‘’Akibatnya, peningkatan suhu planet bumi berlangsung sangat
cepat dalam 50 tahun terakhir dan menghasilkan dampak sistemik terhadap
ekosistem kehidupan umat manusia serta makhluk hidup,’’ tutup Sutanpri. (Red)