GUDATAnews.com,
Bengkulu - Petani
menuntut agar pemerintah melibatkan mereka dalam penyelesaian konflik agraria
dengan Perusahaan Perkebunan di Kabupaten Mukomuko dan Bengkulu Utara.
Tuntutan tersebut disampaikan para petani dalam rapat
lanjutan terkait konflik agraria antara masyarakat petani dengan perusahaan
perkebunan di Kabupaten Bengkulu Utara dan Kabupaten Mukomuko di kantor
Gubernur Bengkulu beberapa waktu lalu.
“Konflik agraria di
Bengkulu terus berulang, karena penyelesaiannya tidak tuntas. Selama ini
penyelesaiannya hanya dilakukan secara sepihak antara pemerintah bersama
perusahaan. Seharusnya pemerintah juga melibatkan petani-petani yang sedang
berkonflik, agar informasi dan data secara utuh didapatkan,” kata Supriadi
Perwakilan Formatur Petani Bengkulu.
Sebagai contoh terjadi di Bengkulu Utara. Mizana, perwakilan
masyarakat dari Desa Pasar Tebat, Bengkulu Utara, mempermasalahkan namanya
dicantum ke dalam daftar penerima plasma dari Perusahaan, yang menurutnya belum
pernah disosialisasikan kepada masyarakat.
“Kami tidak pernah
diberi penjelasan terkait plasma, tahu-tahunya nama kami tertulis dalam daftar
penerima Plama dari Perusahaan PT Bimas Raya Sawitindo (BRS). Saya sangat
keberatan nama saya disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab,”
ungkap Mizana.
Mirzana menduga namanya dimanipulasi untuk persyaratan
pengurusan pembaruan HGU baru Perusahaan Perkebunan PT BRS, yang syarat
wajibnya adalah 20% Plasma. Hal yang serupa juga terjadi terhadap ratusan warga
yang lainnya.
Sementara itu Suharto, Petani Maju Bersama Mukomuko
menyatakan, pihaknya ingin mendapatkan penjelasan hasil evaluasi dan monitoring
Hak Guna Usaha (HGU) Perusahaan Perkebunan di Mukomuko, yang dilakukan oleh
Kanwil ATR/BPN Provinsi Bengkulu dan Bupati Mukomuko beberapa waktu yang lalu.
“Didalam surat yang keluarkan oleh Gubernur Bengkulu,
kegiatan evaluasi dan monitoring HGU Perusahaan Perkebunan sawit dilakukan
dengan melibatkan petani yang berkonflik, akan tetapi sampai dengan hari ini
tidak ada satu pihak pun yang melibatkan petani dalam proses tersebut,” ungkap
Suharto.
Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Bengkulu, Indra Imanuddin,
S.H., M.H. selaku Ketua Pelaksana Harian Tim Gugus Tugas Reforma Agraria
Provinsi menjelaskan, dia tidak memiliki wewenang untuk menyampaikan hasil
Evaluasi dan Monitoring Perusahaan Perkebunan di Provinsi Bengkulu dalam rapat
di Kantor Gubernur bersama petani pada 17 Oktober 2024 lalu. Hasil evaluasi dan
monitoring akan dia sampaikan kepada Gubernur Bengkulu.
Dalam acara yang sama,
Pitri Yani Kadis Pertanian Kabupaten Mukomuko menjelaskan, pihaknya sudah
membentuk Tim Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) di Kabupaten Mukomuko. Saat
ini tim sedang bekerja mengumpulkan informasi dan komunikasi dengan berbagai
pihak.
“Yang menjadi permasalahan petani di Eks PT Bumi Bina
Sejahtera (BBS) ini adalah, tidak ada yang tahu dimana objek 935 hektar dan 953
hektar, yang dimaksudkan oleh Perusahaan
yang telah dikeluarkan oleh PT Daria Dharma Pratama (DDP) sebagai lokasi kebun
plasma tersebut,” kata Fitri Yani.
Pitri Yani Berjanji akan menyampaikan hasil pertemuan ini
kepada tim GTRA Kabupaten Mukomuko, agar tuntutan petani segera
ditindaklanjuti.
Sedangkan Asisten II Setda Provinsi Bengkulu, Raden Ahmad Denny, yang memimpin
rapat tersebut meminta kepada pemerintah
kabupaten Mukomuko dan Bengkulu Utara untuk menyelesaikan konflik agraria antara
petani dengan Perusahaan.
Rapat tersebut merupakan tindak lanjut atas tuntutan Aliansi
Bengkulu Melawan dan Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Provinsi Bengkulu pada
peringatan Hari Tani Nasional 24 September 2024. Pertemuan dihadiri jajaran
Pemprov Bengkulu, jajaran Pemerintah Kabupaten Bengkulu Utara dan Mukomuko,
perwakilan mahasiswa, petani, serta elemen masyarakat terkait.(Rls)