GUDATAnews.com,
Bengkulu - Strategic
Lawsuit Against Public Participation (SLAPP) adalah gugatan hukum strategis
terhadap partisipasi publik. “Definisi dari Black Law Dictionary, SLAPP adalah
"klaim hukum yang diajukan oleh pengembang, eksekutif perusahaan, atau
pejabat terpilih untuk menekan individu yang melakukan protes terhadap berbagai
jenis proyek atau yang mengambil sikap yang merugikan pada isu-isu yang
berkaitan dengan kepentingan publik."
Petani Tanjung Sakti Mukomuko Bengkulu, Harapandi, Ibnu Amin
dan Rasuli yang digugat PT. Daria Dharma Pratama (DDP) Mukomuko, tak boleh
dihukum karena mereka memperjuangkan hak untuk hidup.
Petani Tanjung Sakti merupakan kumpulan petani yang berasal
dari beberapa desa yang berbatasan dengan perkebunan PT DDP dengan situasi
kekurangan tanah. Mereka berusaha untuk mencari tanah yang dikuasai oleh
perusahaan namun tidak dirawat dengan baik. Pertemuan antara petani dengan
tanah di sekitar Air Sule dimana lahan tersebut dikuasai oleh PT DDP namun
tidak dirawat dengan baik.
Kasus gugatan terhadap 3 petani Tanjung Sakti ini telah
melalui tahapan pada Pengadilan Negeri Mukomuko yang mendapati putusan tingkat
pertama yang berisi ketiga petani dinyatakan bersalah telah mengahalang-halangi
aktifitas perusahaan namun soal tuntutan ganti rugi dari PT DDP sebesar Rp. 7,2
milyar tidak dikabulkan oleh majelis hakim.
Kemudian 3 petani mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi
Bengkulu yang mendapati putusan tingkat kedua yaitu dinyatakan bersalah dan
dihukum membayar denda sebesar Rp. 3 milyar. Saat ini petani mengajukan kasasi
ke Mahkamah Agung.
“Tiga petani Tanjung Sakti sedang memperjuangkan hak untuk
hidup dengan cara ingin berkebun di lokasi yang saat itu belum mempunyai
kepastian hukum siapa pengelolanya,” kata Prof. Dr. Imam Mahdi, S.H., M.H.
Pendapat tersebut disampaikan Prof. Imam dalam dokumen Amicus
Curiae pada tingkat kasasi di Mahkamah Agung, terkait gugatan PT. DDP Mukomuko
terhadap 3 petani tanjung sakti dengan nilai gugatan sebesar 7,2 milyar rupiah.
Prof. Imam Mahdi, guru besar hukum Universitas Islam Negeri
Fatmawati Sukarno Bengkulu menjelaskan dalam dokumen amicus curiae bahwa
gugatan dari PT. DDP merupakan perilaku SLAPP. Tindakan para petani merupakan
partisipasi publik dalam penegakan hukum. Para petani mengetahui bahwa
Masyarakat mendapatkan Surat nomor : 113/DD APE/III/2022 tertanggal 9 Maret
2022, yang dikeluarkan oleh PT. DDP yang pada pokoknya menyatakan PT DDP
mengakui bahwa area divisi 5 dan divisi 7 Air Pedulang Estate berada di luar
HGU PT DDP atau belum memiliki HGU.
Kemudian para petani yang tergabung dalam petani Tanjung
Sakti menyurati Kementerian ATR/ BPN yang pada pokoknya melakukan pemberitahuan
bahwa area divisi 5 dan 7 dalam kondisi belum jelas kepastian hukumnya dan
menanyakan kepada kementerian ATR/ BPN tentang status tanah tersebut.
“Serangkaian Tindakan yang dilakukan para petani tersebut
merupakan partisipasi publik dalam ruang penegakan hukum. Karena tanah tersebut
tidak mempunyai kepastian hukum yang jelas, maka dengan kemandirian masyarakat
dan para petani melakukan serangkaian tindakan tersebut,” ujar Prof Imam.
Berdasarkan jurnal berjudul ‘Partisipasi Masyarakat Dalam
Upaya Penegakan Hukum Peraturan Daerah persepektif Teori Negara Hukum’ menjelaskan
bahwa “Partisipasi publik dalam penegakan hukum adalah upaya masyarakat untuk
membantu proses penegakan hukum dan perlindungan hukum.” Oleh karenanya tindakan
partisipasi publik dalam konteks ini merupakan tindakan yang konstitutional dan
karenanya tidak boleh dikenakan pidana.(Rls)