GUDATAnews.com,
Bengkulu - Gubernur
Bengkulu Rohidin Mersyah mengirimkan surat kepada Kepala Kantor Wilayah Badan
Pertanahan Nasional (Kanwil BPN) Provinsi Bengkulu dan Bupati Mukomuko untuk
mengevalusi seluruh Hak Guna Usaha (HGU) di Provinsi Bengkulu, khususnya PT
Daria Dharma Pratama (DDP) di Kabupaten Mukomuko.
Surat tersebut dengan Nomor:
500.8 /1289/DTPHP/2024 perihal Monitoring dan Evaluasi HGU Perkebunan
yang ditujukan kepada Kepala Kanwil BPN Provinsi Bengkulu tertanggal 22 Agustus
2024 dan surat Nomor:500.8/1290/ DTPHP/2024 Perihal Monitoring dan Evalusi HGU
Perkebunan ditujukan kepada Bupati Se Provinsi Bengkulu, tertanggal 22 Agustus
2024, yang di terima Petani dari Pemprov Bengkulu pada 1 september yang lalu.
Surat itu dikirim Gubernur Bengkulu menindaklanjuti hasil
audiensi Forum Petani Bengkulu dengan Pemerintah Provinsi Bengkulu pada hari
Senin tanggal 12 Agustus 2024.
Melalui surat ini Gubernur Bengkulu meminta Kepala Kanwil BPN
Provinsi Bengkulu dan Bupati Se Provinsi Bengkulu untuk melakukan hal-hal
sebagai berikut:
Pertama, untuk segera melakukan monitoring dan evaluasi
terhadap seluruh HGU Perusahaan Perkebunan di Provinsi Bengkulu yang saat ini
sedang berkonflik dengan masyarakat.
Kedua, monitoring dan
evaluasi dilakukan secara bersama-sama dengan instansi terkait dengan
melibatkan perwakilan masyarakat yang berkonflik agar memperoleh hasil yang
dapat dipertanggungjawabkan.
Ketiga, agar dapat melaporkan hasilnya kepada Gubernur
Bengkulu sebagai Wakil Pemerintah Pusat di daerah dan sebagai Ketua Tim Gugus
Tugas Reforma Agraria Provinsi Bengkulu.
Keempat, khusus kepada Bupati Se Provinsi Bengkulu agar dapat
berkoordinasi dengan melibatkan forum koordinasi pimpinan di daerah kabupaten,
stakeholder terkait lainnya serta melibatkan tokoh agama, tokoh adat, dan tokoh
Masyarakat guna mencari Solusi untuk penyelesaian konflik.
Berdasarkan catatan Kanopi Hijau Indonesia, PT DDP
Mukomuko berkonflik dengan petani di
empat lokasi yakni Petani Tanjung Sakti dan Petani Maju Bersama di Kecamatan
Malin Deman, Koalisi Masyarakat Sipil di Kecamatan Pondok Suguh, serta
Masyarakat Bunga Tanjung di Kecamatan Teramang Jaya, yang dalam kasusnya hampir
sama yaitu ketidakpastian kepemilikan izin usaha perkebunan PT DDP.
Konflik yang menjadi perhatian utama saat ini adalah 3 Petani
Tanjung Sakti Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu yang digugat PT DDP 7,2
Miliar sedang mencari keadilan hingga ke Mahkamah Agung (MA). Mereka merasa
vonis membayar Rp 3 Miliar yang dijatuhkan oleh Pengadilan Tinggi Bengkulu,
dalam kasus sengketa lahan dengan PT DDP, tidaklah adil.
‘’Sejak 2022 petugas Legal PT DDP menyatakan lahan yang kami
usahakan di wilayah Air Sulek tidak memiliki HGU. Sebanyak 40 orang petani yang
sedang berjuang mempertahankan garapannya di wilayah Air Sulek setiap hari
mendapatkan intimidasi dan kriminalisasi dari petugas PT DDP,” ungkap
Harapandi, Petani Tanjung Sakti yang
digugat PT DDP Mukomuko.
Harapandi menjelaskan sengketa lahan antara kelompok petani
Tanjung Sakti dan PT DDP ini sudah berlangsung kurang lebih tiga tahun. Awalnya
para petani melihat lahan kebun yang tidak terurus dan mempertanyakan status
lahan itu kepada PT DDP. Pihak perusahaan menyampaikan bahwa lahan tersebut
belum memiliki HGU.
“Hal ini kemudian menjadi dasar petani yang tidak memiliki
tanah untuk mengelola lahan tersebut. Hal ini juga diperkuat oleh surat PT DDP
No: 113/DD-APE/III/2022 tertanggal 9 Maret 2022, yang pada pokoknya PT DDP
mengakui bahwa area divisi 5 dan divisi 7 Air Pedulang Estate berada di luar
HGU PT DDP,” kata Harapandi.
Harapandi menambahkan, setelah beberapa lama petani mengelola
lahan tersebut, pihak PT DDP mulai mendatangi petani dan meminta petani untuk
keluar dari lahan yang telah dibersihkan dan dikelola petani. Pihak perusahaan
mengklaim lahan tersebut adalah milik mereka dengan HGU N0. 125.
“Saat petani meminta pihak perusahaan menunjukkan bukti
kepemilikan HGU di atas lahan tersebut, pihak perusahaan tidak dapat
menunjukkannya. Sehingga sering terjadi perdebatan, bahkan bentrok di lahan
antara karyawan perusahaan dan petani. Dalam prosesnya, PT DPP menggugat 3
orang petani Tanjung Sakti dengan tuduhan perbuatan melawan hukum,” urai
Harapandi.
Sementara itu Ali Akbar Ketua Kanopi Hijau Indonesia
menyatakan, kasus 3 Petani Tanjung Sakti ini terjadi akibat dari tidak adanya
perhatian atau upaya dari Pemerintah Kabupaten Mukomuko dan Provinsi Bengkulu,
dalam menyelesaikan konflik yang terjadi antara petani dan PT DDP.
Jika ada niat baik dari pemerintah, semestinya pemerintah
bisa berpedoman dengan Permen Nomor 21 tahun 2020 tentang penanganan dan
penyelesaian kasus pertanahan. Selain itu juga di atur didalam Perpres Nomor 86
tahun 2018 tentang reforma agrarian, dimana tanah objek reforma agraria
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 Huruf f meliputi: Tanah hasil penyelesaian
sengketa dan konflik agrarian.
“Surat sakti Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah diharapkan
mampu menuntaskan konflik antara para Petani Tanjung Sakti dengan PT DDP di Kabupaten Mukomuko. Apakah
akan menjadi harapan atau angin surga? Perjalanan waktu yang akan membuktikannya,’’
demikian Ali Akbar. (Rls)