GUDATAnews.com,
Mukomuko – Petani Tanjung
Sakti Kabupaten Mukomuko Provinsi Bengkulu mencari keadilan dengan mengajukan
kasasi ke Mahkamah Agung karena dipaksa membayar ganti rugi sebesar Rp 3
Miliar.
‘’Petani Tanjung Sakti Kabupaten Mukomuko Provinsi Bengkulu
belum mendapatkan keadilan dari PN Mukomuko dan PT Bengkulu,’’ keluh Harapandi,
Petani Tanjung Sakti Mukomuko Provinsi Bengkulu, Senin 27 Mei 2024.
Harapandi mengungkapkan, pasca putusan yang dikeluarkan
pengadilan tersebut akibatnya Petani Tanjung Sakti (Harapandi, Rasuli, dan Ibnu
Amin) harus mengalami kerugian. Kerugian petani diperparah dengan tidak adanya
perhatian atau upaya dari Pemerintah Kabupaten Mukomuko dan Provinsi Bengkulu
dalam rangka menyelesaikan konflik yang terjadi antara Petani dan PT Daria
Dharma Pratama (DDP).
‘’Proses ini sudah berlangsung kurang lebih 3 tahun. Awalnya
petani melihat lahan kebun yang tidak terurus selanjutnya mempertanyakan lahan
kebun yang tidak terurus tersebut kepada PT DDP. Pihak PT.DPP menyampaikan
bahwa lahan tersebut belum memiliki Hak Guna Usaha (HGU). Artinya lahan sempat
terlantar dan belum memiliki HGU,’’ ujar Harapandi
Ia menjelaskan,
informasi dari PT DDP tersebut menjadi dasar petani yang tidak memiliki
tanah mengelolah lahan tersebut. Hal ini juga diperkuat oleh surat PT. DDP No:
113/DD-APE/III/2022 tertanggal 9 Maret 2022, yang pada pokoknya PT. DDP
mengakui bahwa area divisi 5 dan divisi 7 Air Pedulang Estate berada di luar
HGU PT DDP.
‘’Setelah beberapa lama petani mengelola lahan tersebut,
pihak PT DDP mulai mendatangi petani dan meminta petani untuk keluar dari lahan
yang telah petani bersihkan dan kelola. Pihak perusahaan mengklaim lahan
tersebut adalah milik mereka dengan nomor HGU 125, namun saat petani meminta
pihak perusahaan menunjukan bukti kepemilikan HGU di atas lahan tersebut, pihak
perusahaan tidak dapat menunjukannya. Sehingga sering terjadi perdebatan bahkan bentrok di lahan antara karyawan
perusahaan dan petani. Dalam prosesnya, PT.DPP menggugat 3 orang petani Tanjung
Sakti dengan tuduhan perbuatan melawan hokum,’’ kata Harapandi.
Sementara itu, PN Mukomuko mengeluarkan putusan atas gugatan
PT DDP terhadap Harapandi, Rasuli dan Ibnu Amin pada pengadilan tingkat pertama
dengan Nomor:6/PDT.G/2023/PN MKM yang dikeluarkan pada 5 Maret 2024. Putusan
ini merugikan petani dan dianggap berpihak kepada perusahaan, karena 3 petani
yang digugat dinyatakan melakukan Perbuatan Melawan Hukum , padahal pada proses persidangan PT.DDP tidak dapat
menunjukan legalitas dan tidak dapat dibuktikannya kerugian oleh PT.DPP.
Hal ini menunjukan bahwa unsur Perbuatan Melawan Hukum sesuai
pasal 1365 KUHPerdata tidak terpenuhi. Seharusnya Hakim pada Pengadilan Negeri
Mukomuko menolak Gugatan dari PT.DDP. Atas kekecewaan ini, petani akhirnya
menyatakan Banding.
Pada Pengadilan tingkat Banding, PT Bengkulu telah
mengeluarkan Putusan dengan Nomor Perkara : 8/PDT/2024/PT BGL (14/05/24). Dalam
putusan ini, Hakim menguatkan putusan pada tingkat pertama dan menghukum Petani
untuk membayar ganti rugi kepada PT DDP Rp 3.000.000.000,00 (tiga miliar
rupiah) secara tanggung renteng masing-masing Rp 1.000.000.000. (satu miliar
rupiah). Hal ini seharusnya tidak menjadi putusan hakim, karena PT.DPP tidak
memiliki dasar yang cukup untuk dinyatakan memiliki kerugian sehingga tidak ada
dasar hakim menetapkan kerugian PT.DPP dan menanggung ganti rugi kepada 3 orang
petani yang digugat.
Ketidakadilan yang dialami petani mendorong 3 petani yang
digugat mengajukan permohonan Kasasi ke Mahkamah Agung melalui Pengadilan
Negeri Mukomuko pada Senin,27 Mei 2024.
“Hari ini kami kembali datang ke PN Mukomuko untuk menyatakan
kasasi ke Mahmakah Agung sebagai bentuk kekecewaan yang telah berkali-kali kami
rasakan atas putusan hakim Pengadilan Negeri Mukomuko dan Pengadalilan Tinggi
Bengkulu. Masih adakah keadilan dinegeri ini? Karena kedua putusan pengadilan
ini mencerminkan bahwa keadilan itu jauh bagi kami rakyat kecil, hukum di
Indonesia ini benar-benar tumpul ke atas dan tajam ke bawah, itu yang saat ini
kami rasakan,” tegas Harapandi Petani Tanjung Sakti. (Rls)