GUDATAnews.com, Kota
Bengkulu - Sebanyak
158 atau 84,49% siswa SMP Sint Carolus Kota Bengkulu setuju atas usulan
penutupan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batubara Teluk Sepang karena
dampak buruknya telah mengakibatkan 81 warga di Kelurahan Teluk Sepang
Kecamatan Kampung Melayu Kota Bengkulu menderita sakit gangguan pernafasan dan
kulit.
Manajer Sekolah Energi Bersih Kanopi Hijau Indonesia Hosani,
menjelaskan, data tersebut dihimpun berdasarkan hasil kuesioner yang disebarkan
terhadap 187 siswa SMP Sint Carolus Bengkulu pada kegiatan Sekolah Energi
Bersih #2 di sekolah tersebut pada Kamis 16 Mei 2024.
‘’Usulan tersebut muncul setelah para siswa mendengarkan data
berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan bahwa 39 warga Teluk Sepang menderita sakit kulit, 41 orang lainnya sakit
gangguan pernafasan dan bahkan 1 orang manula bernama Upik Lela berusia 58
tahun beberapa kali dirawat di rumah sakit akibat menderita penyakit paru obstruksi
kronik,’’ kata Hosani.
Dalam kegiatan tersebut dijelaskan, warga menderita sakit
pernafasan dan sakit kulit akibat terdampak polusi PLTU Teluk Sepang. Puluhan
warga yang sakit tersebut termasuk dalam kategori kelompok yang menerima berbagai polutan berbahaya dari operasional
PLTU Teluk Sepang.
Berdasarkan informasi yang dipublikasikan Greenpeace, polutan
berbahaya dari PLTU seperti nitrogen oksida dan sulfur dioksida mampu menyebar
sampai 200 kilometer dari pusat polusi berada.
Sementara rumah 3.549 warga di Kelurahan Teluk Sepang Kota Bengkulu
hanya berjarak dalam radius 1 kilometer dari PLTU Teluk Sepang
‘’Sebanyak 187 siswa di SMP Sint Carolus juga termasuk dalam
kategori kelompok yang berpeluang besar menerima berbagai polutan berbahaya
dari operasional PLTU karena sekolah mereka dengan PLTU Teluk Sepang berjarak
23,4 kilometer,’’ kata Hosani.
Karena ratusan siswa SMP Sint
Carolus berpotensi terdampak polusi PLTU Teluk Sepang, Kanopi Hijau
Indonesia menggelar Sekolah Energi Bersih #2 di sekolah tersebut. Tujuannya
untuk berbagi pengetahuan tentang dampak buruk energi kotor dan solusi untuk
transisi energi bersih
Selain itu, 187 siswa
SMP Sint Carolus Bengkulu juga menjadi kelompok yang berpotensi besar
menerima dampak dari krisis iklim.
Pasalnya, sekolah tersebut berada dekat dengan pesisir pantai
yang menjadi kawasan paling terdampak perubahan iklim. Lewat program Sekolah
Energi Bersih #2, para pelajar distimulasi untuk sadar pentingnya transisi
energi bersih demi kelangsungan hidup, alam serta iklim.
Mereka juga memperoleh informasi tentang risiko buruk diakibatkan
oleh perubahan pola cuaca ekstrem seperti naiknya gelombang air laut, kenaikan
permukaan air laut, abrasi, kerusakan infrastruktur di sekitar pantai.
Para siswa tersebut mendapatkan literasi menolak penggunaan
energi kotor batu bara dan krisis iklim secara bersama-sama, serta lebih
mendorong transisi energi bersih yang adil dan berkelanjutan. (Rls)