GUDATAnews.com, Kota
Bengkulu - Peringatan
Hari Bumi Sedunia di Provinsi Bengkulu diperingati oleh Mahasiswa, Pelajar,
Organisasi Kepemudaan dan Organisasi Masyarakat Sipil yang tergabung dalam
Aliansi Peduli Bumi Rafflesia di depan Kantor DPRD Provinsi Bengkulu dengan
melakukan Aksi damai pada Senin 22 April 2024.
Cimbyo Layas Ketaren, Manager Kampanye Anti Tambang Kanopi
Hijau Indonesia menyampaikan Peringatan Hari Bumi menjadi momentum yang tepat
untuk menyuarakan berbagai permasalahan lingkungan yang ada di Provinsi
Bengkulu.
“Pangkal dari permasalahan di Provinsi Bengkulu adalah
kebijakan yang dibuat oleh pemerintah yang tidak pro terhadap rakyat dan
lingkungan, hal inilah yang harus dibenahi,” ungkap Cimbyo.
Cimbyo juga menambahkan secara global peringatan Hari Bumi
mengangkat isu sampah plastik. Indonesia menjadi urutan ke 5 negara penyumbang
sampah plastik terbesar ke laut sebanyak 9,13 juta ton. Sampah plastik ikut
menjadi penyebab berbagai masalah lingkungan termasuk pencemaran dan kerusakan
ekosistem di bumi.
“Dalam aksi damai ini, masa aksi mendorong penghentian
penggunaan plastik sekali pakai melalui sisi kebijakan Pemerintah Daerah. Selain
itu masa aksi juga menyuarakan agar penggunaan energi fossil segera beralih ke
energi bersih yang adil dan berkelanjutan, masa aksi juga menolak pengesahan
RTRW Provinsi Bengkulu karena dinilai hanya mengakomodir kepentingan investor,
serta menyuarakan hak-hak masyarakat adat Provinsi Bengkulu yang masih belum
dirasakan,” kata Cimbyo.
Ridhoan P Hutasuhut, Presiden Mahasiswa BEM KBM Universitas
Bengkulu yang juga hadir dalam aksi menyampaikan dalam momentum Hari Bumi tahun
ini kami menyampaikan keresahan masyarakat dari sabang sampai marauke, bahwa
bumi nusantara bumi nenek moyang kita telah digerogoti dan dikeruk habis oleh
orang yang tidak bertanggung jawab, perusahaan merajalela, tambang semakin
luas.
“Kami mengutuk anggota DPR RI dalam menyikapi kebijakan yang
ada, dengan aksi ini kami menuntut DPRD Provinsi Bengkulu untuk membentuk
kebijakan yang adil untuk rakyat dan lingkungan,” tegas Ridhoan.
Latar Belakang desakan yang disampaikan oleh masa aksi adalah
mengenai Permasalahan pengelolaan sampah yang belum optimal dan belum adanya
kebijakan konkrit untuk menjawab permasalahan sampah di Provinsi Bengkulu.
Sudah adanya Undang-undang yang mengarusutamakan penggunaan teknologi yang
ramah terhadap lingkungan dan memenuhi ketentuan yang disyaratkan dalam
peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup. Penetapan RTRW
Provinsi Bengkulu 2023-2042 terindikasi hanya memberikan karpet merah sebesar-besarnya
kepada investasi untuk mengeksploitasi sumberdaya alam di Provinsi Bengkulu.
Belum diakuinya hutan adat di Bengkulu dan Krisis iklim merupakan krisis yang
dialai oleh di seluruh dunia.
Massa Aksi yang hadir juga menyatakan sikap:
1. Mendesak Pemerintah
Daerah Provinsi Bengkulu untuk membentuk Peraturan Daerah (PERDA) tentang
pembatasan penggunaan plastik sekali pakai.
2. Mendesak
Pemerintah Daerah Provinsi Bengkulu untuk segera melakukan Transisi energi dari
energi fossil menuju energi bersih yang adil dan berkelanjutan.
3. Menolak
pengesahan PERDA No: 3 Tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Provinsi Bengkulu tahun 2023-2043.
4. Mendesak
Pemerintah Daerah Provinsi Bengkulu untuk merealisasikan putusan Mahkamah
Konstitusi No: 35 Tahun 2012 tentang Hak Ulayat masyarakat hukum adat dan
meminta Pemerintah Daerah Provinsi Bengkulu untuk mendorong Pemerintah Pusat
segera mengesahkan Rancangan Undang - Undanga tentang perlindungan dan
pengakuan hak masyarakat adat.
5. Mendesak
Pemerintah Provinsi Bengkulu untuk mendorong Pemerintah Pusat agar segera
merumuskan Rancangan Undang Undang (RUU) Keadilan Iklim. (Rls)