GUDATAnews.com,
Bengkulu - Ini bukan
perkara tulang sapi, kerbau atau kambing yang digulai, tetapi perbendaharaan
kata-kata orang dahulu. Sindiran tetapi bijak. Manis tulang maknanya enggan
membantu atau malas menolong, susah diajak bekerja atau senang berpangku
tangan. Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata, Nabi berdoa:
اللهم إني أعوذ بك من الهم والحزن، والعجز والكسل، والبخل والجبن،
وضلع الدين وغلبة الرجال
“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kegalauan dan
kesedihan, kelemahan dan kemalasan, kepengecutan dan kekikiran, tindihan hutang
dan penindasan orang.” ( HR Bukhari no 6369).
Dahulu, saat ibu kita melepaskan kita pergi merantau. Baik
merantau menempuh pendidikan atau merantau mencari rezeki dan panghidupan,
terngiang pesan mak. Hati-hati di negeri orang. Cari induk semang. Jangan kasar
dengan siapapun. Rajin-rajin dan jangan manis tulang. Pelajari adat istiadat
setempat. Dimana bumi di pijak disitu langit dijunjung. Maka, kita terlatih
untuk senantiasa suka menolong, ringan tangan dan membantu tanpa pamrih. Cuma,
kata-kata manis tulang itu biasa dipakai untuk bekerja.
Bagi yang malas ibadah. Enggan ke masjid jarang kita dengar
ungkapan itu. Padahal sesungguhnya kepada Allah lah kita jangan bermanis
tulang. Terlebih saat ini. Pengajian ibu-ibu yang tergabung dalam berbagai
macam bentuk terutama majlis taklim tetapi yang hadir hanya itu-itu saja.
Masjid yang berjarak hanya puluhan meter dari rumah, jamaahnya pun hanya
itu-itu saja. Dalam kitab Durratun Nashihin, ada 12 Azab yang akan menimpa
orang yang mengabaikan Shalat berjama’ah, 3 di dunia, 3 saat sakarutl maut, 3
di dalam kubur dan 3 di akhirat.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ سَمِعَ النِّدَاءَ فَلَمْ يَأْتِهِ، فَلَا صَلَاةَ لَهُ، إِلَّا
مِنْ عُذْرٍ
”Barangsiapa yang mendengar adzan kemudian tidak
mendatanginya, maka tidak ada shalat baginya kecuali bagi orang-orang yang mempunyai
udzur.” (HR. Ibnu Majah)
Pagar Dewa, 16062023
Salam UJH. (Red)