GUDATAnews.com,
Bengkulu Utara - Peringatan hari lingkungan
hidup sedunia pertama kali dicetuskan dalam konferensi Stockhom pada 1972,
didasarkan pada keadaan lingkungan hidup yang saat itu mulai memprihatinkan.
Di Bengkulu peringatan Hari Lingkungan Hidup oleh Kanopi
Hijau Indonesia bersama sejumlah anggota Koalisi Bentang Seblat dipusatkan di
Pusat Latihan Gajah (PLG) Seblat di Taman Wisata Alam (TWA) Seblat Bengkulu
Utara dengan menggelar kemah lingkungan.
Setelah 50 tahun peringatan hari lingkungan hidup sedunia,
kondisi bumi dan lingkungan hidup semakin memburuk akibat kerusakan hutan,
kegiatan industri estraktif dan destruktif logging serta aktivitas manusia
lainnya. Muaranya sekarang ini krisis iklim mengancam keselamatan semua penghuni
planet bumi.
Begitupun dengan Bentang alam Seblat, seluas 323.000 hektar
(ha) yang membentang dari Sungai Ketahun Kabupaten Bengkulu Utara sampai dengan
Sungai Manjunto Kabupaten Mukomuko Provinsi Bengkulu yang merupakan benteng
pertahanan terakhir penyelamat ekologis.
Manager Kampanye Hutan dan Perkebunan Kanopi Hijau Indonesia,
Erin menyatakan Bentang Alam Seblat menjadi kunci atas keselamatan sungai dan
anak sungai yang mengairi ribuan hektar lahan pangan juga telah kehilangan
sebagian fungsi hutan yang menyebabkan satwa kunci seperti harimau akan
bergerak menuju pemukiman untuk mencari makan. Kejadian konflik harimau dan
gajah yang terjadi belakangan ini menunjukkan bahwa habitat mereka sudah
terganggu.
“Kawasan ini merupakan ekosistem kunci atas keselamatan
sungai yang ada dan merupakan habitat alami dari satwa kunci dan spesies
payung. Kerusakan kawasan ini menyebabkan satwa kunci seperti harimau akan
masuk ke pemukiman untuk mencari makan,” ujar Erin.
Berdasarkan data Konsorsium Bentang Alam Seblat, dalam kurun
waktu 1 tahun terakhir, setidaknya 115 titik aktivitas illegal berupa
pembalakan dan perambahan terjadi di Bentang Seblat mengakibatkan 26.528,27 ha
hutan telah rusak.
Hal lain yang menjadi ancaman terhadap keselamatan bentang
alam seblat adalah, adanya izin usaha pertambangan batubara yang diberikan
kepada PT Inmas Abadi. Dari total 4.051 ha luasan IUP, seluas 3.190 ha berada
dalam kawasan hutan. Pembukaan kawasan untuk pertambangan batubara ini akan
memperparah kondisi bentang alam seblat yang memang sudah kritis.
Atas dasar ini para aktivis dan mahasiswa pecinta alam serta
warga sekitar yang memiliki kepedulian terhadap keselamatan Bentang Seblat
berkumpul di PLG Seblat dan menyuarakan bahwa Bentang Alam Seblat adalah untuk
masa depan, bukan untuk tambang batu bara.
Dalam kegiatan ini juga dilibatkan sejumlah siswa tingkat
Sekolah Dasar sebagai generasi penerus sekaligus pewaris Bentang Alam Seblat
sebagai peserta lomba melukis dengan tema “Bentang Seblat untuk Masa Depan”.
Kepala KPHK Seblat, Asep M Nasir menyampaikan kegiatan para
aktivis dan generasi muda berkumpul dan menjadi pelopor dalam penyelamatan
kawasan konservasi sangat positif dan perlu diapresiasi.
“Aktivitas kemah ini menjadi penyemangat untuk kami yang
setiap harinya berjibaku menyelamatkan Bentang Alam Seblat yang selalu menjadi
incaran kelompok yang ingin mengeksploitasi untuk kepentingan pribadi tanpa
memperhatikan keselamatan mahluk hidup yang ada di dalamnya,” ungkapnya.
Perwakilan dari Nature Lovers Erni Suharti mengatakan menjaga
kelestarian dan keasrian lingkungan hidup serta ikut serta dalam meminimalisir
kerusakan lingkungan terutama bentang alam seblat harus disegerakan.
“Kawasan yang merupakan habitat tumbuhan dan satwa liar
terancam punah serta sumber penghidupan manusia ini penting untuk disuarakan,”
kata Erni.
Afri Yaka, Koordinator Shelter 28 menyatakan siap menjadi
bagian dalam setiap agenda penyelamatan lingkungan di Provinsi Bengkulu.
“Kami dari Kabupaten Rejang Lebong datang ke PLG Seblat
Bengkulu Utara menjadi bukti bahwa kami konsistensi dalam kegiatan pelestarian
lingkungan. Hari Lingkungan Hidup sedunia tahun 2023, harus menjadi momentum
bagi kita semua untuk saling bahu-membahu dalam memastikan keselamatan bentang
alam seblat untuk masa depan tercapai,” tutupnya. (Rls)