GUDATAnews.com, Bengkulu - Tidak
ada listrik. Yang ada lampu teplok minyak tanah dengan sumbu kain atau kapas
yang digulung dengan daun nipah, sesekali mati karena ditiup angin.
Masyarakatnya hidup dengan bertani ladang dan kebun. Tidak ada sawah karena
tanahnya dataran tinggi tidak ada sungai. Kalau pun ada sawah itu sawah di
rawa-rawa yang tidak begitu luas dan dialiri kali kecil. Itu sekitar tahun
1970.
Seorang ibu dengan kandungan tinggal menunggu hari di tanggal
04 Februari 1970 mulai merasakan sakit yang tidak biasanya, tanda-tanda
kelahiran sudah mulai Nampak, tetangga mulai berdatangan, dan tidak ada dokter
atau bidan di sana, yang ada cuma dukun kampung.
Tidak begitu lama prosesnya lalu lahir seorang bayi laki-laki
mungil. Anak ke sembilan. Anak bungsu. Dari keluarga yang kurang mampu. Lahir
dari Ibu yang buta huruf dan Ayah bisa membaca dengan mengeja. Itu peristiwa 53
tahun yang lalu. Allah Ta’ala berfirman:
وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ
ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh
kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya,
sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”.” (QS. Al Isra: 24)
Pagar Dewa, 04022023
Salam UJH. (Red)