GUDATAnews.com,
Bengkulu - Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa
hidup sendiri tanpa orang lain. Terkait dengan masalah sosial tentu banyak hal
yang berbeda salah satunya berbeda keyakinan atau aqidah. Bagaimana menyikapi
kalau dalam satu keluarga berbeda keyakinan atau berbeda aqidah?
Persaudaraan yang diperintahkan Al-Qur’an tidak hanya tertuju
kepada sesama Muslim, namun juga kepada sesama warga masyarakat termasuk yang
non Muslim. Salah satu alasan yang dijelaskan Al-Qur’an adalah bahwa manusia
itu satu sama lain bersaudara karena mereka berasal dari sumber yang satu,
Surah al-Hujurat: 13 menegaskan hal ini:
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى
وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْا ۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ
اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ
Wahai manusia! Sungguh, Kami telah mencipta- kan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang
paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa.
Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti (al-Hujurat:13)
Dalam kehidupan berkeluarga atau bermasyarakat adalah untuk menegakkan prinsip
persaudaraan dan mengikis habis segala bentuk fanatisme golongan maupun
kelompok. Dengan persaudaraan tersebut sesama anggota keluarga maupun dalam
masyarakat dapat melakukan kerja sama sekalipun di antara keluarga atau warga
terdapat perbedaan prinsip yaitu perbedaan akidah. Al Kafirun 6
لَكُمْ دِيْنُكُمْ وَلِيَ دِيْنِ ࣖ
Untukmu agamamu, dan untukku agamaku.”
Pagar Dewa, 05012023
Salam UJH. (Red)