GUDATAnews.com,
Bengkulu - Pada
momentum Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Internasional yang diperingati setiap 10
Desember, sejumlah anggota Posko Lentera Teluk Sepang Kota Bengkulu menggelar
aksi bentang spanduk di sumber pencemar lingkungan di Kelurahan Teluk Sepang
Kecamatan Kampung Melayu Kota Bengkulu yaitu jalan Teluk Sepang yang setiap
hari dilakui oleh truk batubara dan di area PLTU batubara.
Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak yang melekat pada setiap
orang tanpa melihat suku, agama, ras, jenis kelamin, status, politik, dan
golongan karena HAM bersifat universal. Di Indonesia, dalam UU Nomor 39 tahun
1999 yang mengatur tentang HAM bahwa hak asasi adalah hak dasar yang secara
kodrati melekat pada manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu
harus dilindungi, dihormati, dipertahankan dan tidak boleh diabaikan, dikurangi,
atau dirampas oleh siapapun.
Secara spesfik UU No. 39 Tahun 1999 Pasal 9 tentang berbunyi
: (1) Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan meningkatkan
taraf kehidupannya. (2) Setiap orang berhak hidup tentram, aman, damai,
bahagia, sejahtera lahir dan batin. Lebih spesifik pada ayat (3) Setiap orang
berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Lalu bagaimana jika lingkungan yang kita tinggali saat ini
tidak sehat dan baik? Saat ini iklim dunia sedang tidak baik-baik saja,
terlihat dari suhu bumi yang semakin meningkat dan bencana alam terjadi di
seluruh penjuru Indonesia. Faktor utamanya adalah miningkatnya gas rumah kaca
yang diakibatkan oleh aktivitas manusia. Menurut data NASA Amerika Serikat, tingkat konsentrasi
karbon dioksida (CO2) di atmosfer global telah mencapai angka 417,6 ppm sedangkan
ambang batas emisi karbon yaitu 350 ppm.
Penyumbang terbesar emisi karbon adalah pembakaran bahan
bakar fosil, batubara menyumbang sebesar sebanyak 42 persen di udara.
Di Bengkulu, salah satu penyumbang emisi karbon adalah
aktivitas eksploitasi batu bara. Menjadi pemandangan sehari-hari di Teluk
Sepang yaitu lalu lalang truk batu bara mengakibatkan jalan berlubang dan
berdebu pekat. Sedangkan jalan tersebut merupakan jalan utama yang saat ini
digunakan oleh masyarakat Teluk Sepang, setiap hari masyarakat dihantui oleh
ancaman kecelakaan lalu lintas dan penyakit pernafasan hingga penyakit
mematikan lainya.
Kemudian batubara ditumpuk di stockpile. Fakta di lapangan,
pengelolaan stockpile belum mengindahkan kaidah keselamatan lingkungan.
Batubara ditumpuk hingga menggunung, berceceran di jalan dan tepi pantai serta
debu berterbangan. Tidak hanya itu, tumpukan-tumpukan batubara tersebut tidak
memiliki penutup, tidak ada tempat penampungan limbah/buangan air drainase
stockpile serta penanganan limbah batubara.
Lalu batubara dibakar di PLTU batubara Teluk Sepang.
Berdasarkan dokumen Andal PT Tenaga Listrik Bengkulu, pemilik PLTU batu bara,
sebanyak 2.732,4 ton/hari batubara dibakar dan menghasilkan abu terbang 341,52
ton/hari. Ada 700 kg/hari abu beracun dipastikan keluar dari cerobong PLTU
setiap harinya. Senyawa beracun (SOx, NOx, PM2. 5 dan senyawa lainnya)
mencemari udara Teluk Sepang Bengkulu dan sekitarnya.
Dampak dari pengelolaan lingkungan yang serampangan ini telah
berdampak pada kesehatan masyarakat. Terbukti pada bulan Oktober 2022 terdata
sebanyak 39 orang terjangkit penyakit kulit dan sebanyak 21 orang penderita
adalah anak-anak.
Pada 30 Oktober 2022 di Posko Lentera bersama-sama dengan
Dinas Kesehatan Kota Bengkulu, Puskesmas Induk Padang Serai dan mahasiswa
kesehatan melakukan pemeriksaan dan
pengobatan kepada penderita.
Menurut Nelli Hartati, SKM,MM
Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Kota Bengkulu saat pertemuan
pemeriksaan dan pengobatan penyakit kulit pada 31 Oktober 2022 di Posko Lentera
RT.04 Kelurahan Teluk Sepang, menyatakan penyebab penyakit kulit yang dialami
warga Teluk Sepang adalah lingkungan yang kotor dan kemungkinan besar juga dipengaruhi
oleh keberadaan batubara.
Penanggung jawab Posko Lentera, Harianto mengatakan
lingkungan yang baik dan sehat adalah bagian dari HAM seperti yang termaktub
dalam UU nomor 39 tentang HAM, sehingga memperjuangkan keadilan lingkungan yang
baik dan sehat juga adalah dalam rangka memperjuangkan HAM.
“Udara dan ruang hidup yang baik dan sehat adalah hak kita
sebagai manusia, sebagai rakyat. Batubara telah meracuni udara, tanah dan juga
laut sehingga berdampak bagi ekonomi, kesehatan dan sosial masyarakat Teluk
Sepang. Sebagai manusia kita harus menuntut hak yang telah dirampas oleh oligarki
dari kita,” kata Harianto
Manager Kampanye Anti Tambang Kanopi Hijau Indonesia, Hosani
Hutapea mengatakan saat ini pemerintah abai dengan kerusakan lingkungan serta
pelanggaran yang ada di depan mata. Kerusakan lingkungan dan pencemaran yang
terjadi tidak ditindak tegas.
Kegagalan atau pembiaran dari pemerintah menjamin hak rakyat
atas lingkungan yang sehat telah melanggar HAM, karena sesuai dengan pasal 9 UU
No.39 ayat 3 tentang Hak Asasi Manusia bahwa “ Setiap orang berhak atas lingkungan
yang baik dan sehat”.
Karena itu masyarakat sipil mendesak pemerintah mempercepat
transisi energi dengan menutup PLTU batu bara di Indonesia, termasuk di
Sumatera, salah satunya PLTU batu bara Teluk Sepang Bengkulu dan mengganti
sumber energi yang bersih, adil dan berkelanjutan sebagai bentuk pemenuhan HAM
kepada rakyat Indonesia. (Rls)