GUDATAnews.com,
Bengkulu - Tidak
semua orang bisa melakukan secara konsisten dan kontinyu sunnah dalam
beribadah. Mampu Salat Tahajud tetapi belum tentu punya waktu buat Salat Dhuha.
Sanggup Salat Dhuha dan Salat Tahajud tetapi terbatas rezeki buat bersedekah.
Sanggup bersedekah belum tentu bisa puasa Sunnah. Sanggup puasa Sunnah tetapi
belum tentu bisa Salat Tahajud.
Penting buat kita ketahui betapa sering amal yang sedikit
menjadi bernilai kerena niat yang baik, dan betapa kering amal yang banyak
menjadi sedikit (nilainya) kerana niat yang buruk. Oleh karena itu apapun
ibadah Sunnah yang sanggup kita kerjakan meskipun sedikit niatnya lurus Insha
Allah bagus. Sebaliknya amal yang banyak dan rutin tetapi sibuk dengan foto dan
video buat diposting.
يَاأَيُّهَا النَّاسُ، خُذُوْا مِنَ الْأَعْمَالِ مَاتُطِيْقُوْنَ،
فَإِنَّ اللهَ لَايَمَلُّ حَتَّى تَمَلُّوْا، وَإِنَّ أَحَبَّ الْأَعْمَالِ إِلَى اللهِ
مَادَامَ وَإِنْ قَلَّ
"Wahai sekalian manusia. Kerjakanlah amalan-amalan
sesuai dengan kemampuan kalian. Sesungguhnya Allah tidak bosan sampai kalian
bosan. Dan sungguh, amalan yang paling dicintai oleh Allah yaitu yang
dikerjakan secara terus-menerus walaupun sedikit." (HR. Bukhari dan
Muslim)
Dan lebih rugi lagi. Amal yang sedikit, niat tak lurus dan
selalu ingin dipuji. Tak heran jika setiap beribadah selalu terekspos di
berbagai media sosial selalu update kegiatan terkini.
Imam Ibnu Hajar Al-Haitami –rahimahullah- saat mendefinisikan
riya’ beliau berkata :
حَدُّ الرِيَاءِ الْمَذْمُوْمِ إِراَدَةُ العَامِلِ بِعِبَادَتِهِ
غَيْرَ وَجْهِ اللهِ تَعَالَى
“Batasan riya’ yang tercela, adalah seorang yang beramal
menghendaki dengan ibadahnya selain wajah Allah Ta’ala.” [Dinukil lewat kitab
Nadhratun Na’im : 10/3552]
Pagar Dewa, 12122022
Salam UJH. (Red)