GUDATAnews.com,
Bengkulu - Hasil
analisis tutupan hutan yang dilakukan oleh konsorsium bentang alam seblat,
hingga Agustus 2022, dari seluas 80.987 hektar (ha) kawasan bentang alam seblat
yang dipantau, 28 ribu ha atau 34 persen telah mengalami kerusakan.
Dua tahun terakhir, tepatnya sejak tahun 2020 sampai dengan
2022 tidak kurang dari 6.358 ha, bentang alam seblat habis dirambah sampai
dengan sekarang. Kawasan ini meliputi Hutan Produksi Terbatas (HPT) Air Ipuh I,
Air Ipuh II, Lebong Kandis, Hutan Produksi Tetap (HP) Air Teramang dan Air Rami
sudah berubah fungsi menjadi lahan perkebunan atau menjadi semak belukar yang
seharusnya kawasan ini dikelola secara legal.
Begitupun dengan pembalakan, data konsorsium bentang alam
seblat menyebutkan dalam kurun waktu satu tahun terakhir sebanyak 34 titik
pembalakan yang ditemukan oleh tim patroli kolaboratif.
Tidak hanya itu, tim juga melakukan tindakan di lapangan
dalam bentuk pengusiran, pengambilan alat bukti serta memberikan peringatan
secara langsung. Juga dilaksanakan pelaporan kepada aparat penegak hukum, baik
pada lingkup kehutanan maupun aparat kepolisian.
Namun, semua jerih payah yang telah dilaksanakan tersebut
belum memberikan hasil yang diharapkan.
Entah karena sesuatu dan lain hal, Polisi Resort Kabupaten
Mukomuko melakukan operasi tangkap tangan pembalakan liar di bentang alam seblat,
tepatnya di HPT Air Ipuh I.
Hasilnya adalah diamankanya satu orang berinisial SA (60)
warga Desa Sebelat Kecamatan Putri Hijau Kabupaten Bengkulu Utara yang
berprofesi sebagai pengolah kayu (tukang gesek) dengan barang bukti tidak
kurang 50 m³ kayu serta bukti lainnya.
Dari penangkapan yang terjadi, berkembang isu bahwa ada aktor
yang menjadi dalang atau setidaknya terlibat dalam pembalakan haram yang
terjadi. Mengutip dari berita Antara tanggal 30 Oktober 2022 diketahui bahwa
ada indikasi oknum Kantor Pengelolaan Hutan Produksi Kabupaten Mukomuko
terlibat.
Koordinator program konsorsium bentang alam seblat, Iswadi
menyatakan berdasarkan hasil pendalaman informasi yang dilakukan konsorsium
diketahui bahwa Inisiasl RT sering muncul dari warga yang beraktivitas di dalam
kawasan hutan. Inisial ini juga ditemukan pada sejumlah batang pohon sebagai
penanda “kepemilikan” atas pohon tersebut. Informasi telah diketahui sejak
bulan Mei 2022 dan telah disampaikan kepada penegakan hukum Dinas Lingkungan
Hidup Provinsi Bengkulu. Namun sampai dengan sekarang belum ada tindak lanjut
yang berarti.
Pada kasus yang berbeda yaitu pembukaan hutan, inisial RT
memberikan semacam jaminan kepada orang per orang untuk membuka kawasan hutan
dengan alasan kawasan tersebut akan dilepaskan melalui skema pelepasan kawasan
hutan yang sekarang ini sedang berlangsung.
Ali Akbar penanggung jawab konsorsium bentang alam seblat
mempertegas bahwa ini adalah bentuk dari kejahatan mafia kehutanan dengan
tujuan mendapatkan keuntungan dengan cara memperjualbelikan kawasan hutan.
Mereka harus diproses secara hukum.
Ali memberikan apresiasi kepada Kepolisian Resort Mukomuko
terkait proses penangkapan dan berharap penangkapan ini menjadi titik awal
dalam pengamanan kawasan hutan secara keseluruhan, tidak hanya terhadap
aktivitas pembalakan liar akan tetapi semua kejahatan kehutanan lainnya.
Seperti informasi yang telah disampaikan di awal yang menyatakan bahwa dalam
kurun 2020 hingga 2022 perambahan telah mencapai 6.358 ha dan terus meluas.
Begitupan pembalakan liar, sampai dengan sekarang ini aktivitas tersebut masih
terus terjadi.
Sebelumnya konsorsium telah melaporkan kepada penegakan hukum
Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi atas temuan kejahatan kehutanan.
Kasus perambahan, jual beli kawasan hutan dan pembalakan yang dilakukan oleh
ZD, HB, IH, WYM, TR, RT, SKW dan TRB. Selain itu informasi lapangan juga
ditemukan adanya dugaan aktor dari elit mulai dari tingkat lokal seperti Kepala
Desa, oknum APH, legislatif dan eksekutif di lingkar Kabupaten Mukomuko. Bahkan
yang merupakan diduga oknum anggota KPHP Mukomuko.
Saat ini kosorsium bentang alam seblat sedang berusaha untuk
menyelamatkan kawasan ini melalui program pembangunan kawasan ekosistem
esensial koridor gajah. Populasi gajah yang terjaga adalah indikator penting
yang menyatakan bahwa bentang alam seblat secara ekologis dapat berfungsi
dengan baik.
‘’Kawasan bentang alam seblat adalah kawasan hutan yang
berfungsi sebagai penghasil oksigen, penyerap karbon, penjaga stabilitas air
tanah, penyangga stabilitas debit air sungai, penyedia air bagi lahan pertanian
serta menjadi bentang penahan bencana banjir dan kekeringan. Dengan fungsi yang
begitu tinggi, kawasan ini pantas untuk diselamatkan,’’ tutupnya. (Rls)