GUDATAnews.com,
Bengkulu - Pemerintah
Provinsi Bengkulu bersama Forum Komunikasi Pimpinan Daerah melegalkan aktivitas
pemungutan limpasan batu bara di Sungai Air Bengkulu sejak akhir September
2022.
Dengan keputusan ini maka pemerintah dan aparat penegak hukum
secara tidak langsung telah melegalkan buruknya model pertambangan batu bara di
hulu Sungai Bengkulu sehingga memproduksi begitu banyak limbah atau limpasan
yang dibuang ke dalam sungai.
Dalam persoalan ini Pemerintah Daerah telah gagal atau
sengaja tutup mata dengan praktik penambangan batu bara yang serampangan selama
bertahun-tahun sehingga mereka dengan bebas membuang limbah pencucian batu bara
ke Sungai Air Bengkulu sehingga memperburuk sedimentasi atau pendangkalan
sungai.
Dengan keputusan ini lemahnya pengawasan dan penindakan
terhadap aktivitas penambangan yang tidak taat aturan lingkungan semakin
terbukti. Pernyataan dari para pihak tersebut juga membenarkan bahwa memang
batu bara yang ada di dalam sungai berasal dari tambang yang ada di hulu
sungai.
Padahal, perusahaan seharusnya tidak melakukan pembuangan
limbah ke sungai dengan keadaan batu bara ikut terbawa. Limbah yang dibuang
adalah yang sudah melalui proses pengendapan sehingga yang dibuang berupa air
yang tidak membawa butiran batu bara.
Berdasarkan data Kementerian Energi Sumber Daya Mineral
(ESDM) terdapat delapan izin usaha pertambangan batu bara di hulu Sungai
Bengkulu. Dari delapan perusahaan tersebut lima sedang aktif yakni PT Ratu
Samban Mining (ada 2 IUP), PT Bengkulu Bio Energi, PT Inti Bara Perdana, PT
Kusuma Raya Utama, dan PT Griya Pat Petulai. Sedangkan PT Danau Mas Hitam izin
usaha pertambangannya sudah habis sedangkan dua perusahaan belum beroperasi
kembali yaitu PT Cipta Buana Seraya dan PT Bara Mega Quantum.
Saat ini pula ada 6.000 pelanggan PDAM Kota Bengkulu masih
menjadikan air Sungai Bengkulu sebagai sumber air baku. Padahal, berdasarkan
penelitian analisis kualitas air sungai sub DAS hilir sungai Bengkulu tercemar
berat berdasarkan indeks storet sungai bagian hulu, tengah hilir
(Supriyono.2015).
Direktur Program dan Kampanye Energi Kanopi Hijau Indonesia,
Olan Sahayu menyatakan justru seharusnya pemerintah menindak perusahaan tambang
yang tidak taat terhadap kaidah keselamatan lingkungan.
“Proses pelegalan ini menunjukan bahwa pemerintah tidak becus
melakukan pengawasan kepada perusahaan tambang yang seenaknya saja membuang
limbah sedimen maupun butiran bekas galian ke sungai,” kata Olan.
Ia pun menilai pelegalan masyarakat yang mengumpulkan batu
bara di sungai tidak menyelesaikan persoalan pendangkalan sungai, banjir,
kualitas air sungai yang rusak jika proses ekploitasi serampangan pertambangan
batu bara di hulu tidak dihentikan.
Untuk itu, ia mendesak pemerintah untuk melakukan evaluasi
dan penindakan tegas kepada perusahaan tambang batubara yang ada di hulu Sungai
Bengkulu. (Rls)