GUDATAnews.com,
Bengkulu - Matinya gajah beberapa waktu lalu menjadi
pertanda ancaman akan keselamatan habitat dan populasi Gajah Sumatera di
Bentang Alam Seblat Bengkulu.
Penemuan kematian gajah bermula ketika tim patroli konsorsium bentang alam seblat Bengkulu
melakukan pemantauan pergerakan gajah pada tanggal 11 September 2022.
Berdasarkan data GPS Collar titik posisi gajah tidak bergerak
sejak tanggal 20 Agustus 2022. Hal ini baru diketahui ketika tim patroli akan
melaksanakan kegiatan patroli.
Pada hari ketiga tepatnya Selasa, 13 September 2022 pukul
09.45 WIB tim patroli menemukan bangkai gajah di wilayah HP Air Rami dengan
koordinat 47 M X 808892 Y 9671611.
Kondisi Gajah tinggal tulang belulang dengan GPS Collar yang
berada ditumpukan tulang tengkorak. Belum diketahui dengan jelas apa yang
menjadi penyebab kematian gajah berkalung GPS Collar tersebut.
Namun di sekitar lokasi kematian gajah, wilayah hutan bentang
alam seblat yang masuk dalam kawasan Hutan Produksi Air Rami ditemukan beberapa
titik telah terbuka. Ada beberapa wilayah yang baru dibuka, sementara wilayah
lainnya sudah mulai digarap menjadi perkebunan.
Penanggung jawab Konsorsium Bentang Alam Seblat, Ali Akbar
menyatakan jika situasi habitat masih seperti sekarang maka pelestarian gajah
Sumatera di Bentang Alam Seblat tidak akan terwujud.
‘’Setahun lebih kami berjibaku mencoba menyelamatkan habitat
dan populasi tersisa gajah di Bentang Alam Seblat, patroli setiap bulan,
meningkatkan kesadaran komunitas atas pentingnya fungsi satwa serta membangun
kerja sama dengan para pihak juga telah dilaksanakan, kejadian ini merupakan
pukulan balik yang menyakitkan bagi kami,’’ keluh Ali.
Ali menambahkan, pembukaan lahan di Kawasan Bentang Alam
Seblat akan berdampak dengan populasi gajah yang jumlahnya sedikit.
"Jika gajah di kawasan ini punah, maka kita akan
menerima ancaman yang lebih besar yakni bencana alam,” katanya.
Ali menjelaskan, berdasarkan hasil analisis tutupan hutan di
kawasan bentang alam seblat yang dilakukan oleh Konsorsium Bentang Alam Seblat yang terdiri dari Kanopi Hijau Indonesia,
Genesis Bengkulu dan Lingkar Inisiatif Indonesia, dalam kurun 2020-2022, seluas
6.350 hektar hutan alami kawasan bentang alam seblat porak poranda dirambah.
‘’Upaya pelestarian gajah Sumatera dengan populasi tidak
lebih dari 50 ekor semakin sulit untuk dilakukan. Ancaman keselamatan habitat
gajah terus menerus terjadi,’’ ungkapnya.
Sementara Ketua Forum Konservasi Gajah Indonesia (FKGI), Dony
Gunaryadi mengatakan temuan ini menandakan upaya yang dilakukan dalam
pelestarian gajah Sumatera kurang maksimal.
‘’Gajah yang dipasang GPS Collar tersebut membantu mendeteksi
konflik antara manusia dan gajah, namun apa daya gajah tersebut mati di wilayahnya
sendiri,’’ ujarnya.
Pihak FKGI meminta
keseriusan dari aparat yang berwenang untuk mengusut penyebab kematian gajah
tersebut. (Rls)