GUDATAnews.com,
Bengkulu - Ada 18
perusahaan di Bengkulu yang beroperasi
dengan pengelolaan lingkungan yang buruk. Hal ini diketahui pada Januari 2022
berdasarkan hasil PROPER dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
(KLHK).
Perusahaan tersebut berasal dari sektor pertambangan,
perkebunan, dan energi.
Disebutkan pelanggaran perusahaan adalah tidak memenuhi baku
mutu limbah, tidak memantau emisi, serta pengelolaan limbah beracun. Bahkan ada
9 perusahaan yang tiga tahun berturut-turut mendapatakan PROPER diantaranya ada
PT. Injatama dan PT Pelindo Regional II Bengkulu.
Di sektor hulu, Pelanggaran PT.Injatama Coal Mining yang
menyinggung beberapa desa salah satunya Pondok Bakil. Perusahaan tidak
melakukan reklamasi dan meningggalkan lubang-lubang menganga, pengalihan jalan
Provinsi yang saat ini hancur, membuang limbah ke anak sungai, lumpur tambang
menimbun sebagian TPU dan kebun masyarakat, penumpukan disposal sembarangan dan
tidak bertutup, serta tidak ada penyiraman debu batubara.
Dampak lanjutan yang dirasakan oleh warga Pondok Bakil,
petani padi mengalami gagal panen diakibatkan irigasi mati. Petani kehilangan lahan berladang. Saat musim
kemarau sumur warga mengalami
kekeringan, padahal sebelum ada tambang sumur warga tidak mengalami kekeringan
saat musim itu.
Yusmanilu sebagai Kepala Desa Pondok Bakil berharap agar
perusahaan tidak sembarangan dalam melakukan aktivitas tambang karena
masyarakat yang akan merasakan dampaknya
“Perusahaan juga harus memikirkan keselamatan dan kenyamanan
masyarakat desa sekitar tambang, jika tidak mampu menjalankan aturan
pertambangan lebih baik berhenti beroperasi,” katanya.
Di sektor hilir, batubara dari tambang diangkut menggunakan
dump truk menuju stockpile di Pulau Baai. Juga berdiri satu Pembangkit Listrik
Tenaga Uap yang berbahan bakar batubara.
Pengelolaan stockpile belum mengindahkan kaidah keselamatan
lingkungan, batubara berceceran di tepi pantai dan tepi jalan, debu
berterbangan. Tidak hanya itu, tumpukan-tumpukan batubara harus ditutup, ada
tempat penampungan limbah/buangan air drainase stockpile serta penanganan
limbah batubara. Dampak dari pengelolaan lingkungan yang serampangan ini telah
berdampak pada kesehatan masyarakat.
Pengelolaan lingkungan PLTU batubara juga tidak mengikuti
dokumen lingkungan yang sudah mereka susun. Mulai dari pengangkutan batubara,
pembuangan limbah ke laut, dan penyimpanan abu sisa pembakaran.
Harianto, penanggung jawab rumah perlindungan komunitas
Lentera mengatakan di Teluk Sepang sejak Februari 2022, penyakit gatal-gatal di
kulit banyak dialami oleh orang tua dan anak-anak yang merupakan kelompok
rentan.
"Pemerintah Provinsi Bengkulu harus memperhatikan
keberlangsungan ruang hidup rakyat dengan menghentikan sumber pencemar,” katanya.
Kualitas udara berdasarkan data Air Quality Index pada 16 Juni
2022 pukul 11.42 WIB Bengkulu berada di peringkat ke lima dengan nilai 130.
Nilai tersebut masuk kategori tidak sehat bagi kelompok sensitive (kompas.com).
Kemudian berdasarkan data dari IQMS yang dipasang di DLHK
Provinsi Bengkulu, di jam yang sama, kualitas udara masuk dalam kategori
sedang, dengan parameter krisis PM2.5 di angka 46 mikrogram per meter kubik.
Kelompok rentan harus mengurangi aktivitas-aktivitas fisik terlalu lama dan
berat
Tidak hanya ke kesehatan, dampak pada ekonomi dan sosial juga
dirasakan. Dampak ekonomi, petani kehilangan mata pencarian dan pendapatan
nelayan menurun.
Konflik sosial yang terjadi yaitu krisis kepercayaan antar
masyarakat yang pro dan kontra menimbulkan perpecahan, trauma hingga pesimis
untuk memperjuangkan ruang hidup, timbulnya sifat matrealistis yang menghambat
perjuangan.
Upaya penyelesaian konflik yang dilakukan oleh komunitas
adalah dengan menyampaikan keluhan
kepada perusahaan dan pemerintah, konfrontasi terbuka, hingga pada upaya
litigasi. Namun tidak ada penanganan serius terkait pelanggaran yang masih
tetap terjadi hingga kini.
Atas kondisi tersebut, Hosani Hutapea Menejer Kampanye Anti Tambang Kanopi Hijau Indonesia mengatakan munculnya konflik tersebut akibat dari pengelolaan lingkungan yang buruk. Hal ini pertanda buruk bagi lingkungan di Bengkulu.
“Pemerintah harus tegas dalam proses pengawasan dan
pengelolaan lingkungan, guna keberlangsungan hidup orang banyak,” tukasnya. (Red)