GUDATAnews.com, Indonesia – Sri Sultan Hamengkubuwono IX (Sultan HB IX) dikenal sebagai Bapak Pramuka Indonesia.
Sultan
HB IX telah ditempa menjadi sosok pribadi mandiri sejak kecil. Meski sebagai
seorang Sultan, beliau adalah sosok pemimpin merakyat yang dicintai masyarakat
dan khususnya seluruh keluarga besar Gerakan Pramuka.
Fakta
sejarah mencatat, tanggal 14 Agustus 1961, Gerakan Pramuka diperkenalkan secara
resmi di Jakarta sekaligus penetapan Sri Sultan Hamengkubuwono IX sebagai Ketua
Kwartir Nasional yang pertama.
Sultan
HB IX adalah Raja Kasultanan Yogyakarta yang berperan besar dalam mempertahankan
kemerdekaan RI. Saat situasi Jakarta gawat, Sultan menawarkan Yogyakarta
sebagai ibu kota RI sementara pada awal 1946. Hampir seluruh biaya selama pusat
pemerintahan RI berada di Yogyakarta ditanggung oleh keraton.
Dalam
sejarah kepramukaan, Sultan HB IX memiliki andil penting. Ia adalah Wakil Ketua
Majelis Pimpinan Nasional (Mapinas) Pramuka yang dipimpin Presiden Sukarno.
Sultan HB IX menjabat pula sebagai Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka
pertama sejak 1961 dan terpilih kembali sampai 4 periode selanjutnya hingga
tahun 1974.
Dikutip
dari situs resmi Keraton Yogyakarta, meskipun menyandang status pangeran,
Dorodjatun tidak menghabiskan masa kecilnya di lingkungan istana. Sultan HB
VIII menitipkan putranya itu kepada keluarga Mulder, seorang Kepala Sekolah
NHJJS (Neutrale Hollands Javanesche Jongen School).
Dorodjatun
menempuh pendidikan awal di Yogyakarta, dari Frobel School (Taman Kanak-kanak),
Eerste Europe Lagere School B, lalu ke Neutrale Europese Lagere School. Setelah
itu, ia melanjutkan pendidikan menengah di Hogere Burgerschool (HBS) di
Semarang dan Bandung.
Belum
sempat lulus dari Bandung, Dorodjatun dikirim ayanhnya ke Belanda untuk beralih
pendidikan ke Universitas Leiden. Dorodjatun mengambil Jurusan Ilmu ukum Tata Negara
di perguruan tinggi ini. Ia juga bersahabat dengan Putri Juliana yang nantinya
menjadi Ratu Belanda.
Tahun
1939, Sultan HB VIII memanggil Dorodjatun pulang karena tanda-tanda bakal
meletusnya Perang Dunia Kedua mulai terlihat. Setibanya di tanah air, Sultan HB
VIII menyerahkan Keris Kyai Joko Piturun kepada Dorodjatun. Itu artinya,
Dorodjatun telah dipilih oleh ayahnya sebagai putra mahkota.
Sultan
HB VIII wafat pada 22 Oktober 1939. Dorodjatun selaku putra mahkota pun naik tahta,
meskipun sempat terjadi tarik-ulur yang alot dengan pihak pemerintah kolonial
Hindia Belanda. Tanggal 18 Maret 1940, Dorodjatun dinobatkan sebagai Raja
Yogyakarta dengan gelar Sri Sultan Hamengkubuwana IX.
Seperti
diungkapkan kembali oleh Nurinwa Ki S. Hendrowinoto dalam buku Pisowanan Ageng
Sri Sultan Hamengku Buwono X: Sebuah Percakapan (1996), setelah resmi
dikukuhkan menjadi raja, Sultan HB IX berucap: “Saya memang berpendidikan
Barat, tapi pertama-tama saya tetap orang Jawa.” Kiprah Sultan di Kepanduan sebelum
dikenal dengan nama Gerakan Pramuka, gerakan ini disebut Kepanduan dan sudah
hadir di Nusantara sejak awal abad ke-20.
Adalah
Sultan HB IX yang mencetuskan nama Pramuka, terinspirasi dari kata Poromuko
atau “pasukan terdepan dalam perang”. Istilah Pramuka yang diciptakan Sultan Hamengkubuwana IX kemudian
diejawantahkan menjadi Praja Muda Karana yang berarti “Jiwa Muda yang Suka
Berkarya”.
Sejak
muda, Sultan HB IX sudah aktif sebagai anggota Gerakan Kepanduan. Saat itu,
cukup banyak gerakan Kepanduan di Indonesia yang biasanya dikelola oleh
organisasi-organisasi kemasyarakatan atau perhimpunan pemuda.
Tahun
1960, level Kepanduan Sultan HB IX sudah mencapai Pandu Agung atau Pemimpin
Kepanduan, sehingga ia ditunjuk sebagai Wakil Ketua Majelis Pimpinan Nasional
(Mapinas) Pramuka bersama Brigjen TNI Dr. A. Aziz Saleh. Ketua Mapinas adalah
Presiden Soekarno.
Sebelum
Pramuka diresmikan, meskipun sudah dikenal sebelumnya, Bung Karno sering
berkonsultasi dengan Sultan HB IX. Presiden Soekarno ingin menyatukan semua
gerakan Kepanduan atau Pramuka di Indonesia. Dan akhirnya, keinginan itu
terwujud pada 14 Agustus 1961. Sultan HB IX pun dipercaya menempati posisi
tertinggi sebagai Ketua Kwartir Nasional, bahkan hingga 4 periode sampai tahun
1974.
Pada
1973, Sultan HB IX menerima penghargaan tertinggi dari World Organization of
the Scout Movement (WOSM) atau Organisasi Kepanduan Internasional, yakni Bronze
Wolf Award. Atas jasa dan sumbangsihnya bagi kancah Kepanduan Nasional, Sultan
HB IX dikukuhkan sebagai Bapak Pramuka Indonesia dalam Musyawarah Nasional
Gerakan Pramuka 1988 yang digelar di Dili, Timor-Timur. (Red/Afha)
Artikel Terkait
Rubrik Berita
Popular
-
GUDATAnews.com, Kota Bengkulu – DE Massage Reflexology kini hadir di Jalan Mayjend Sutoyo No…
-
GUDATAnews.com, Mukomuko - Sidang perkara gugatan perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Daria Dh…
-
Keluarga besar Gugusdepan Krida Taruna-Krida Srikandi berpangkalan di SMP Negeri 6 Kota Bengkulu.…