GUDATAnews.com, Australia – Indonesia - Kami tinggal selama 4,2 tahun di Sydney Australia dengan dukungan Beasiswa MoRA, Kementerian Agama Republik Indonesia. Saya ditugasbelajarkan pada di Western Sydney- Australia untuk Pendidikan S3. Per 30 Desember 2021, tibalah saatnya pulang ke tanah air. Ini bukan akhir study, karena masih ada sekitar 2 bulan lagi untuk penyelesaian study yang direncanakan dilakukan dari Indonesia. Ini tepatnya proses pindah, back for good. Terkait kepulangan ini, kami harus menyiapkan hal-hal terkait dengan hunian, dokumen yang terkait dengan sekolah anak, serta lebih utama dokumen perjalanan itu sendiri dan rencana untuk karantina.
Hunian yang
ditinggalkan
Di Australia, penyewa
yang akan menyelesaikan kontrak rumah/flat, umumnya wajib mengeluarkan semua
barang-barang rumah tangga yang digunakan. Kami pun cukup lelah mengeluarkan
barang rumah tangga mulai dari kulkas, mesin cuci, tempat tidur, dan semua
perabot rumah tangga. Selain itu, harus melakukan kontak dengan provider
listrik dan wifi untuk memutuskan layanan. Tak lupa pula, mengembalikan kunci
rumah ke pihak agent, dan juga membersihkan hunian tersebut.
Kedua, kami juga
berhubungan dengan pihak sekolah anak untuk mendapat surat keterangan pernah
sekolah. Desember kebetulan adalah masa kenaikan kelas. Anak kami telah
menyelesaikan kelas 8 di Beverly Hills Girls High School. Selanjutnya, kami
menghubungi pihak KJRI untuk mendapat keterangan untuk kepentingan sekolah
sekembalinya ke tanah air.
Perjalanan di Masa Pandemi
Melakukan perjalanan
antar negara, di masa pandemi sangat berbeda signifikan dari perjalanan
sebelumnya, cukup menguras waktu, tenaga,
dan biaya dari kondisi normalnya. Ada beberapa hal yang kami persiapkan.
Pertama, memastikan dokumen perjalanan lengkap, dan sesuai standar. Kedua,
menentukan dimana karantina dilakukan.
Persoalan tiket
penerbangan sudah dibeli enam bulan sebelumnya, untuk mengantisipasi lonjakan
harga. Selain iu kami juga sudah full vaksin, dan mendapat sertifikat. Hanya
saja, sertifikat biasa ini tidak berlaku untuk perjalanan antar negara. Mereka
meminta sertifikat yang memiliki barcode. Kamipun harus menghubungi pihak
terkait untuk membuat sertifikat vaksin versi barcode ini.
Selanjutnya adalah PCR
test, ini menjadi sangat menantang karena timing kepulangan kami bersamaan
dengan libur panjang di Australia, Natal, dan Tahun Baru. Banyak klinik PCR
test, yang tutup. Sementara di lain pihak, banyak yang membutuhkan layanan PCR
test ini untuk kebutuhan perjalanan liburan. Maka terjadilah sedikit kerepotan
mencari tempat PCR test ini, karena klinik yang ada banyak yang tidak
menyanggupi hasil bisa didapat di bawah 2x24 jam akibat membludaknya konsumen. (Tulisan pertama, bersambung)
(Nisaul
Fadillah, Dosen UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, PhD candidate dari Western
Sydney University, Australia – anggota Ikatan Keluarga Alumni Gugusdepan Krida
Taruna berpangkalan di SMP Negeri 6 Kota Bengkulu, peserta Jambore Nasional
tahun 1991, dan Perwakilan GUDATAnews.com di Sydney Australia )