GUDATAnews.com,
Australia – Indonesia - Ketentuan PCR test untuk dokumen
perjalanan manca negara, harus maksimal 2x24 jam. Walhasil setelah berjibaku
dengan sejumlah informasi simpang siur, kami pun datang ke bandara di H-3
keberangkatan, hanya untuk memastikan persoalan PCR test. Dan benar kami bisa
mendapatkan PCR test dengan hasil yang cepat (90 menit) dan dengan harga yang
terjangkau (AUD 79 atau 800 ribu rupiah) di hari berikutnya.
Tiga hari sebelum
jadwal terbang, maskapai telah membuka proses self-check in online sudah bisa
dilakukan. Namun, karena paspor dinas saya tinggal menyisakan 5 bulan sebelum
masa expired, proses ini hanya bisa dilakukan di counter bandara. Check in akan
ditutup 1.5 jam sebelum jadwal penerbangan jam 09.05 pagi. Itu artinya kami
sudah harus di bandara dan check in sebelum pukul 07.30.
Pukul 05.30 pagi, kami
bertolak dari rumah kami di wilayah Lakemba-Australia menuju Sydney
International Airport. Dari rumah ke airport, waktu tempuh berkisar 30 menit.
Dengan diantar oleh teman sesama student Indonesia, dan seorang jamaah
pengajian IQRO di Sydney, kami pun tiba tanpa halangan di bagian keberangkatan.
Sebelum proses check in
kami harus mengambil versi cetak hasil PCR test di bandara ini. Setelah itu,
proses check in pun dimulai. Pemeriksaan dokumen dilakukan berlapis. Lapis
pertama, petugas memastikan dokumen yang terkait dengan COVID yakni, sertifikat
vaksin ber barcode dan PCR test beserta
tiket. Di lapis kedua, kembali dokumen mulai dari passport, visa, sertifikat
vaksin ber barcode, hasil PCR test, dan tentu saja tiket diverifikasi kembali.
Setelah menghabiskan waktu sekitar 1.5 jam untuk check in dan urusan bagasi,
kami pun dibolehkan masuk ke boarding room.
Kami terbang on time dengan maskapai Singapore Airlines, dan transit di Singapore setelah perjalanan sekitar 7.5 jam Sydney-Singapura. Ada selisih waktu antara Sydney dan Singapura, kami tiba sekitar pukul 14.15 siang waktu setempat. Semua halangan bisa sejauh ini bisa terlewati, dan kami cukup menikmati layanan maskapai ini karena menu tersedia sesuai keinginan. Kami memilih seafood, dan halal food. Masa transit ini kami hanya diperkenankan berada di Singapore Changi Airport. Penerbangan ke Jakarta dilakukan dengan maskapai yang sama dan pada pukul 17.20 sore. Kami tiba di Jakarta pada pukul 06.10 sore atau 18.10 WIB.
Di Bandara Soekarno
Hatta, pemeriksaan dokumen dilakukan kembali. Kami diwajibkan untuk karantina
selama 10 hari. Ada 2 pilihan tempat, yakni hotel dan Wisma Atlit. Berbeda
degan karantina di hotel yang berbayar secara mandiri, karantina di Wisma Atlit
ini gratis untuk student, para pejabat negara, dan para pekerja migrant. Kami
pun memanfaatkan fasilitas ini.
Semua berjalan lancar setelah melewati setidaknya 3 lapis pemeriksaan dokumen. Semula hanya saya dan anak yang diperkenankan karantina di Wisma Atlit, semengara suami karena non student diminta mandiri di hotel. Meskipun sempat bersitegang dengan petugas, akhirnya suami disetujui untuk karantina bersama kami. Kami sempat menyerahkan beberapa koper kepada saudara yang tinggal di Jakarta untuk mengurangi beban di perjalanan selama karantina. (Tulisan kedua, bersambung)
(Nisaul
Fadillah, Dosen UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, PhD candidate dari Western
Sydney University, Australia – anggota Ikatan Keluarga Alumni Gugusdepan Krida
Taruna berpangkalan di SMP Negeri 6 Kota Bengkulu, peserta Jambore Nasional
tahun 1991, dan Perwakilan GUDATAnews.com di Sydney Australia)