GUDATAnews.com,
Australia – Indonesia - Setelah menunggu sekitar 2 jam di
atas armada Damri, kami pun diberangkatkan menuju Wisma Atlit,
Pademangan-Jakarta Utara. Tiba di lokasi, kami masih harus melakukan pendaftaran
ulang, pemeriksaan dokumen dan mengisi form untuk test swab kedatangan. Cukup
lama, dan panjang antriannya. Hingga akhirnya kami bisa istirahat di kamar
sekitar pukul 11.30 malam atau 23.30 WIB.
Kamar di Wisma Atlit
yang kami tempati model apartemen, terdiri dari ruang tamu, 2 kamar tidur
dengan masing-masing 2 single bed dan satu single bed yang masing-masing
dilengkapi dengan pendingin ruangan. Selain itu ada toilet dan ruang jemur.
Bangunan ini masih
cukup baru, dimana sebelumnya dibangun untuk kepentingan penginapan para atlit
dan official yang berpartisipasi dalam Asian Games tahun 2018. Apartment ini
cukup lega untuk dihuni oleh 3 orang. Kapasitas kamar dibolehkan maksimum 3
orang, namun bisa lebih jika berasal dari satu keluarga.
Fasilitas lainnya
adalah makan 3 kali sehari dan 1 kali snack. Saat masuk pun kami juga diberikan
peralatan mandi berupa peralatan mandi termasuk handuk sperti fasilitas di
hotel. Secara umum fasilitas yang tersedia cukup bisa diandalkan.
Kami merasa berterima
kasih atas layanan yang bisa kami nikmati gratis. Namun demikian, masih ada
beberapa catatan penting yang perlu diperhatikan dari proses karantina di Wisma
Atlit. Pertama, mungkin pemerintah perlu meninjau ulang tentang kebijakan
karantina ini, apalagi memakan waktu 10 hingga 14 hari. Tentu tidak sedikit
biaya yang harus ditanggung nagara.
Sementara di negara seperti Australia, karantina hanya dilakukan mandiri di tempat masing-masing (bisa di rumah, tidak mesti di hotel) dengan tetap disiplin protokol kesehatan. Proses ini hanya dibutuhkan untuk menanti hasil tes antigen selama maksimum sekitar 3 hari kedatangan. Jika sudah dinyatakan negative, bisa membaur di ruang public. Hemat dan tidak membebankan keuangan negara.
Kedua, proses
penjemputan dari bandara hingga tiba di kamar wisma, dilakukan dengan proses
yang masih jauh dari standar pelayanan COVID-19. Di masa penantian, pedagang
silih berganti masuk ke dalam bis, mulai dari menawarkan jasa penukaran uang,
simcard baru dan pengaktifan IMEI, makanan, rokok hingga colokan listrik. Tentu
harga yang dipatok sangat tinggi jauh dari harga pasar. Ini terjadi di bandara
dan juga sesaat tiba di wisma.
Ketiga, adanya
fasilitas layanan minimarket di wisma dengan harga barang-barang kebutuhan
sehari-hari yang dipatok harga bisa mencapai 400% dari harga pasar. Tentu cukup
memberatkan bagi konsumen.
Namun demikian, kami
patut mengapresiasi fasilitas gratis ini. Apalagi, selama karantina dengan
melewati tahun baru di atas bangunan lantai 14, suasana tahun baru dengan
ramainya kembang api, cukup menghibur kami yang sedang menjalani proses
karantina ini. Selamat Tahun Baru 2022,
semoga perjalanan hidup ke depan bisa membawa kita dengan capaian-capaian yang
lebh baik baik dibandingkan tahun-tahun yang telah dilalui. (Tulisan ketiga, selesai)
(Nisaul
Fadillah, Dosen UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, PhD candidate dari Western
Sydney University, Australia – anggota Ikatan Keluarga Alumni Gugusdepan Krida
Taruna berpangkalan di SMP Negeri 6 Kota Bengkulu, peserta Jambore Nasional
tahun 1991, dan Perwakilan GUDATAnews.com di Sydney Australia)