GUDATANews.com, Bengkulu - Karena saya
sudah belajar menjadi mesin, maka dalam keadaan mendidih pun saya berusaha
tidak meledak. Walaupun perubahan air muka tidak mungkin dapat ditolak, saya
berusaha tersenyum dengan sorotan mata menyalak menahan amarah yang tak terkira.
Sembilan bulan
di sana sudah cukup mengajarkan pada diri saya sendiri bahwa hidup memang tidak
mudah bagi kita yang tidak punya, tidak kecuali sejuta usaha dan doa kita
pemiliknya. Pulang adalah tempat istirahat paling tenang. Setidaknya itu kata
orang kebanyakan.
Seperti orang-orang.
Setelah bekerja saya langsung pulang. Bersamaan dengan lonceng tengah malam
yang berdentang. Saya pulang. Saya sudah siap. Dua telingaku sudah siap
mendengar bisikan yang terdengar lantang dari berbagai penjuru arah. Mereka
bertanya apakah aku wanita jalang. Kalimat itu sebenarnya membuat egoku
tertantang.
Untung saya
cepat sadar bahwa saya sedang tinggal di rumah orang lain. Menantang sama
artinya mempersilahkan diri untuk ditendang. Malam hari akan jadi semakin
panjang jika terus menenggelamkan diri dalam omongan orang sekitar. Jadi saya
memutuskan untuk memejamkan mata secara utuh.
Sebenarnya mataku
tidak rela terbuka setelah empat jam lalu baru terpejam. Tapi pagi tidak perlu
diminta untuk datang. Sama halnya dengan pekerjaan di rumah Bibi, tidak perlu
diminta untuk dituntaskan, menjaga diri untuk tetap memegang label ‘tau diri’
membuat saya membuang jauh-jauh rasa letih di kaki. Pagi juga menjadi waktu yang panjang berkat
mereka.
Katanya saya
tidak seperti anak Bu Jeni yang lulus di dua universitas sekaligus. Tidak apa, orang sukses akan membutuhkan
biografi yang cukup panjang, batinku. Dengan hati lapang menunggu jam 12
siang saya tetap menunggu barang-barang dagang. Walaupun tiga perempatnya
mendengar omongan centang perenang yang menugaskan hati untuk lebih lapang.
Pagi jadi
petang. Petang jadi pagi, Tak dinyana, hari ini adalah ujian tes SBMPTN. Dengan
ongkos seadanya dan modal meminjam kendaraan teman kerja, saya berangkat.
Berangkat dengan penuh harap. Sejak awal bekerja tujuan utamaku memang
menabung. Jadi saya hanya memegang pegangan sedikit. Sampai di menit ke sepuluh
sebelum tes dimulai, saya teringat satu hal. (Bersambung/
Karya: Radha Dinda Agisni)